Headlines News :
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Keterlibatan Amerika Serikat dalam gerakan PKI

Written By Unknown on Minggu, 18 Desember 2011 | 10.19

Joseph Lazarsky, wakil kepala CIA di Jakarta, mengatakan bahwa konfirmasi pembantaian datang langsung dari markas Soeharto. 'Kami memperoleh laporan yang jelas di Jakarta mengenai siapa-siapa saja yang harus ditangkap,' kata Lazarsky. 'Angkatan bersenjata memiliki "daftar tembak" yang berisi sekitar 4,000 sampai 5,000 orang. Mereka tidak memiliki cukup tentara untuk membinasakan mereka semua, dan beberapa orang cukup berharga untuk diinterogasi. Infrastruktur milik PKI dengan cepat dilumpuhkan. Kami tahu apa yang mereka lakukan... Soeharto dan para penasehatnya mengatakan, jika kamu membiarkan mereka hidup, kamu harus memberi mereka makan.'

Duta Besar Amerika di Jakarta adalah Marshall Green, yang dikenal di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sebagai 'ahli kudeta'. Green telah tiba di Jakarta hanya beberapa bulan sebelumnya, membawa serta reputasi karena telah mendukung penggulingan diktator Korea Syngman Rhee, yang telah keluar bersama Amerika. Ketika pembantaian berlangsung di Indonesia, manual mengenai pengorganisasian pelajar, yang ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Korea, disebarkan oleh kedutaan Amerika Serikat ke Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).Amerika Serikat juga secara langsung mendanai mereka yang berpartisipasi dalam penindasan terhadap orang-orang komunis. Pada tanggal 2 Desember 1965, Green mendukung rencana untuk menyediakan lima puluh juta rupiah untuk apa yang disebutnya sebagai "gerakan Kap-Gestapu," yang dia gambarkan sebagai "kelompok aksi sipi tapi terilhami tentara" yang "membawa beban upaya represif yang ditujukan kepada PKI, terutama di Jawa Tengah." Green tidak menyebutkan fakta bahwa "upaya represif saat ini" terhadap PKI di Jawa Tengah meliputi, menurut Konsulat Amerika Serikat di Medan, usaha untuk "membasmi semua orang PKI". Apakah dia menyadari fakta ini atau tidak, agak diragukan, karena ia sendiri mencatat bahwa Kedutaan Besar Amerika Serikat memiliki akses ke "laporan intelijen substansial" mengenai kegiatan Kap-Gestapu, kegiatan yang ia yakinkan pada Departemen Luar Negeri sebagai kegiatan yang "sepenuhnya sejalan dengan dan dikoordinasikan oleh tentara" dan yang ia puji sebagai kegiatan yang "sangat sukses".

Selain itu, Amerika Serikat memasok peralatan logistik penting pada jenderal-jenderal Indonesia. Para jenderal memintanya melalui penghubung yang ditunjuk di Bangkok, Thailand. Dukungan itu datang terutama dalam bentuk alat komunikasi taktis dengan tujuan menghubungkan Jakarta dengan pasukan militer yang melaksanakan penindasan terhadap PKI di Sumatra, Jawa dan Sulawesi.Amerika Serikat juga menyediakan "senjata" yang berasal dari Amerika Serikat maupun yang bukan dari Amerika Serikat, yang secara khusus merupakan permintaan untuk "mempersenjatai pemuda Muslim dan Nasionalis di Jawa Tengah untuk digunakan melawan PKI".Kawat diplomatik menunjukkan bahwa senjata-senjata ini adalah senjata ringan, digunakan untuk membunuh dari jarak dekat. Brad Simpson, Asisten Profesor Sejarah dan Studi Internasional di Princeton University dan direktur Proyek Dokumentasi Indonesia/Timor Timur di George Washington University, menyatakan bahwa "Amerika Serikat terlibat langsung sejauh bahwa mereka menyediakan bantuan kepada Angkatan Bersenjata Indonesia yang mereka berikan untuk membantu memfasilitasi pembunuhan massal."

Pada tanggal 5 Oktober 1965, Green mengirim telegram ke Washington mengenai bagaimana Amerika Serikat dapat 'membentuk perkembangan untuk keuntungan kita'. Rencananya adalah untuk memperburuk nama PKI dan 'pelindung' nya, Soekarno. Propaganda ini harus didasarkan pada '(penyebaran) kisah pengkhianatan, kesalahan, dan kebrutalan PKI'. Pada puncak pertumpahan darah, Green meyakinkan Jenderal Soeharto: 'Amerika Serikat umumnya bersimpati dan mengagumi apa yang sedang dilakukan oleh angkatan bersenjata.'Adapun mengenai jumlah korban, Howard Federspiel, ahli Indonesia di Biro Intelijen dan Penelitian Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun tahun 1965, mengatakan, 'Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, mereka harus dibantai. Tidak ada yang merasa perlu melakukan sesuatu mengenai hal itu

Pembantaian di Indonesia 1965–1966

Pembantaian di Indonesia 1965–1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah terjadinya Gerakan 30 September di Indonesia. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan ini merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke Orde Baru: Partai Komunis Indonesia (PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden Soekarno, dan kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada Soeharto.

Kudeta yang gagal menimbulkan kebencian terhadap komunis karena kesalahan dituduhkan kepada PKI. Komunisme dibersihkan dari kehidupan politik, sosial, dan militer, dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. Pembantaian dimulai pada Oktober 1965 dan memuncak selama sisa tahun sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1966. Pembersihan dimulai dari ibu kota Jakarta, yang kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante (orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di seluruh Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di benteng-benteng PKI di Jawa Tengah, Timur, Bali, dan Sumatra Utara.

Usaha Soekarno yang ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dilenyapkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis; dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan. Pada Maret 1967, Soekarno dicopot dari kekuasaannya oleh Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi Presiden Sementara. Pada Maret 1968 Soeharto secara resmi terpilih menjadi presiden.

Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional. Penjelasan memuaskan untuk kekejamannya telah menarik perhatian para ahli dari berbagai prespektif ideologis. Kemungkinan adanya pergolakan serupa dianggap sebagai faktor dalam konservatisme politik "Orde Baru" dan kontrol ketat terhadap sistem politik. Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa kepresidenan Soeharto. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang Dingin.

Konflik Perang Dingin, 1953-1963

Cara Soekarno Melawan Amerika

Dinamika perpolitikan Indonesia di era perang dingin kurun waktu 1953-1963 pernah ditandai dengan aroma diplomasi cantik dan elegan, disertai dengan kebijakan para pemimpin yang tidak mau didikte dan tunduk pada Amerika. Meski saat itu negeri Indonesia baru merdeka dalam hitungan belasan tahun, semangat nasionalisme dan kecerdikan para pemimpinnya menjadikan negara Indonesia disegani oleh Amerika, Uni Soviet dan negara-negara Sekutu.

Bagaimana tidak, di tengah perseteruan perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, Indonesia, yang baru merdeka dalam hitungan belasan tahun, lewat kunjungan Soekarno ke Washington berhasil mendinginkan keadaan. Di sisi lain, melalui semangat nasionalisme yang tinggi dan kecerdikan diplomasinya, pemerintah Indonesia lewat diplomasi cantik dan ciamik Soekarno juga berhasil mempermainkan Amerika dan Uni Soviet dalam kasus pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda.

Dengan menggunakan kartu Uni soviet, Soekarno menerapkan kebijakan luar negeri dengan metode gertak sambal, yaitu menakut-nakuti Amerika bahwa militer Uni Soviet akan membantu Indonesia dan akan memporak-porandakan Belanda, negara sekutu Abadi Amerika di tanah penjajahan Papua.

Berkat diplomasi Bung karno, Amerika tak berkutik, John F Kennedy dengan sangat terpaksa memerintahkan Belanda untuk hengkang dari dan tanah Irian Barat. Papua kemudian bebas dari penjajahan dengan tanpa jatuh korban dan peperangan. Sebuah permainan diplomasi cantik diperagakan oleh pemimpin Indonesia, dengan spirit nasionalisme yang tinggi dan sikap pemerintahan yang independen.

Buku karya Baskara Tulus Wardaya yang merupakan disertasi di Universitas Marquette, Milwaukee, Wisconsin Amerika ini ingin menuturkan dinamika politik Indonesia di masa perang dingin 1953-1963, serta model kepemimpinan pemerintahan Indonesia yang anti terhadap hegemoni Amerika dan bagaimana kecerdikan Bung Karno mengambil kebijakan-kebijakan luar negerinya.

Sebagaimana dikisahkan oleh Baskara, landasan kepemimpinan Soekarno dibangun atas dasar nasionalisme, Islam dan Marxisme. Nasionalisme yang tumbuh dalam dirinya telah menanamkan rasa persatuan dan cinta Tanah Air sekaligus menjadikan dirinya menjadi proklamator dan presiden pertama Indonesia, sementara ideologi Marxisme yang dikembangkannya membuat dirinya memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet dan menanamkan jiwa anti hegemoni dan imperialisme Barat.

Bersama pemerintahan Soekarno, kebijakan luar negeri Indonesia sangat disegani asing. Salah satu kebijakan luar negeri yang indah dan luar biasa dalam dinamika politik Indonesia di era pemerintahan Soekarno adalah peristiwa pembebasan tanah Papua dari penjajahan Belanda.

Pada masa itu, Soekarno memanfaatkan Uni Soviet yang saat itu sedang berseteru dengan Amerika, pada saat bersamaan posisi negara Belanda menjadi bagian dari Sekutu bersama Amerika dan Eropa. Soekarno melalui kekuatan diplomasinya membujuk Uni Soviet untuk membantu secara militer mengusir Belanda dari tanah Papua, dan keberhasilan diplomasi Soekarno ini disampaikan ke Pihak Amerika. Amerika yang saat itu tidak tega melihat sekutu abadinya luluh lantak oleh militer Uni Soviet, lalu memerintahkan Belanda untuk mundur dari pendudukannya di tanah Irian.

Proses diplomasi yang membuat Amerika gigit jari tersebut berlangsung demikian. Subandrio wakil perdana menteri yang pernah menjabat duta besar Moskow, diperintah olah Soekarno untuk meminta bantuan militer kepada pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushehev, agar mengusir Belanda dari tanah Papua. Keberhasilan Subandrio melobi Nikita Khrushehev kemudian disampaikan oleh Soekarno kepada Howard P Jones, duta besar Amerika di Indonesia. Informasi tersebut membuat John F Kennedy yang saat itu sedang menjabat sebagai presiden Amerika kalang kabut, karena Kennedy tidak mau melihat Belanda porak-poranda dan babak belur akibat serangan militer Uni Soviet, ia memaksa Belanda untuk kabur dan hengkang dari tanah Papua. Tanah Papua pun bebas dari penjajahan Belanda dengan tanpa korban dan biaya pengeluaran untuk militer, dan militer Uni Soviet pulang tanpa menembakkan sebutir peluru pun karena Belanda sudah hengkang saat kapal perang Uni Soviet sampai di perairan Indonesia.

Keberhasilan Soekarno mempecundangi Amerika tidak hanya dalam kasus pembebasan tanah Irian, pemerintahan di masa Soekarno juga berhasil menangkap basah penyusupan CIA di Maluku pada tahun 1958, yang menyamar sebagai pilot, dan kemudian diadili secara tertutup. Padahal Amerika saat itu mendanai pemberontakan pemerintahan revolusioner Republik Indonesia dan perjuangan Semesta di Maluku.

Pencapaian negara Indonesia di era Soekarno ini seakan menunujukkan bahwa negara Indonesia pernah menjadi negara yang memiliki kekuatan diplomasi yang cantik, dengan jiwa nasionalisme yang tinggi dan tidak pernah mau tunduk dan didikte oleh negara super power Amerika. Salah satu bukti nyata lain adalah dinamika politik Indonesia pada tahun 1948 ditandai dengan deklarasi politik bebas aktif, melawan Malaysia pada tahun 1963, dan keluar dari keanggotaan PBB pada tahun 1965.

Lewat buku ini rasanya Baskara ingin menunjukkan bahwa kepemimpinan Indonesia beberapa puluh tahun yang lalu pernah memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan dengan gagah berani menentang hegemoni pihak asing. Sayangnya ruh kepemimpinan ala Soekarno ini tidak lagi kelihatan di masa sekarang, dan hanya tinggal kenangan.

Hal ini dibuktikan, bahwa praktis pasca presiden Soekarno, Indonesia berada dalam cengkeraman asing (Amerika), pemerintahan Orde Baru berada di bawah kendali Amerika, melalui lembaga-lembaga internasional-nya seperti IMF, Bank Dunia, USAID. Orde Baru mewarisi kebijakan buruk dan berlanjut hingga sekarang, tak heran jika Indonesia di masa Orde Baru pernah dijuluki sebagai negara gagal atau failed state akibat strategi kebijakannya yang selalu tunduk pada Mafia Berkeley, dan Indonesia hanya menjadi negara kepanjangan tangan dari kepentingan global Mafia Berkeley lewat “Washington konsensus”

Nama Ir.Soekarno memang dikenal harum di dunia.

Nama Soekarno memang dikenal harum di dunia. Sepak terjangnya sebagai Presiden pertama Republik Indonesia, dan kepiawaiannya dalam memainkan politik di dunia internasional, menjadi spirit baru bagi negara-negara Asia dan Afrika di masa lalu untuk merdeka. Kawan maupun lawan dibuat segan oleh pandangan-pandangannya. Akhasil, sederet pujian dan anugerah disematkan pada diri Sukarno ke dalam berbagai manifestasi. Berikut uniknya.com, himpun 5 diantaranya:

1. Mesjid Biru Soekarno di St. Petersburgh
Di negeri komunis Uni Soviet, nama Soekarno sangat dikenal. Bukan hanya dianggap sebagai teman dalam Perang Dingin melawan poros Barat, namun juga sebagai presiden muslim yang memberikan “berkah” sebagian muslim di negeri palu arit. Semua berawal ketika sang presiden pada tahun 1955 silam, berkunjung ke kota terbesar kedua di Russia ini. Kala itu, Soekarno sedang menikmati indahnya kota St. Petersburg yang didirikan oleh Peter the Great pada abad 17. Dari dalam mobil itu, Soekarno sekelebatan melihat sebuah bangunan yang unik dan tidak ada duanya, yang kelak diketahuinya sebagai Mesjid yang telah dijadikan sebuah gudang senjata.

Setelah dua hari menikmati keindahan kota St. Petersburg yang saat itu masih bernama Leningrad, Soekarno terbang ke Moskow untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi guna membahas masa depan kerja sama bilateral dan berbagai posisi kunci dalam Perang Dingin yang terus memuncak. Dalam pertemuan itulah Soekarno melontarkan kekecewaannya pada penguasa tirai besi Soviet Nikita Kruschev, perihal mesjid indah yang dilihatnya. Seminggu setelah kunjungan usai. Sebuah kabar gembira datang dari pusat kekuasaan, Kremlin di Moskow. Seorang petinggi pemerintah setempat mengabarkan bahwa satu-satunya masjid di Leningrad yang telah menjadi gudang pasca revolusi Bolshevic tersebut bisa dibuka lagi untuk beribadah umat Islam, tanpa persyaratan apapun. Sang penyampai pesan juga tidak memberikan alasan secuilpun mengapa itu semua bisa terjadi. Tetapi, umat muslim hingga saat ini sangat berterima kasih dan meyakini bahwa Soekarno orang dibalik semua ini. Maka tak heran jika muslim di St. Petersburg menjuluki mesjid ini dengan Mesjid Biru Sukarno.

2. Jalan Ahmad Soekarno di Mesir

Puncak harmonisnya hubungan RI – Mesir, terjadi ketika kedua negara ini dipimpin oleh Ir. Soekarno dari Indonesia dan Gammal Abdul Nasser dari Mesir. Untuk diketahui, Presiden Indonesia pertama dikenal di Mesir dengan nama Ahmad Soekarno. Penambahan nama Ahmad dilakukan oleh para mahasiswa Indonesia di Mesir untuk memperkuat nuansa keislaman sehingga menarik perhatian masyarakat Mesir bahwa Presiden Indonesia beragama Islam, seragam dengan nama Wakil Presiden yang diawali nama Mohammad, lengkapnya Mohammad Hatta. Keduanya (Ahmad dan Muhammad) merupakan nama-nama Islami.

Tercatat, enam kali Soekarno menggunjungi negeri firaun ini.Selain itu, persahabatannya dengan Nasser dan aktifitas keduanya sebagai pemrakarsa di Konferensi Asia-Afrika, membuat nama Presiden Soekarno begitu harum di mata pemerintah dan rakyat Mesir, sehingga namanya diabadikan sebagai nama jalan di Mesir. Letaknya bersebelahan dengan Jalan Sudan, Daerah Kit-Kat Agouza Geiza. Jalan ini bisa dicapai dari kawasan mahasiswa di al-Hay al-Asyir (Sektor 10) Madinat al-Nashr (Nasr City) dengan menaiki bus hijau nomor 109 dan 167.

3. Jalan Soekarno di Maroko

Jika di Jakarta ada jalan bernama Casablanca, sebuah kota terkenal di Maroko, maka di Maroko juga terdapat nama-nama jalan berbau Indonesia. Tak tanggung-tanggung nama presiden pertama Indonesia, Soekarno, ‘dicatut’ menjadi nama jalan di Ibokota Maroko, Rabat. Rupa-rupanya Maroko terkesan dengan sosok Soekarno. Nama jalan tersebut diresmikan sendiri oleh Bung Karno bersama Raja Muhammad V saat kunjungan beliau ke Maroko pada 2 Mei 1960. Nama jalannya waktu itu: ‘sharia Al-Rais Ahmed Sukarno’ yang sekarang terkenal dengan nama Rue Suokarno. Jalan ini berdekatan dengan kantor pos pusat Maroko.

Dipilihnya nama Soekarno, karena Soekarno adalah pencetus Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955. Nama tersebut dipilih sebagai penghargaan terhadap Presiden Soekarno. Seperti diketahui, hasil KAA saat ini mulai dirasakan oleh negara-negara peserta, termasuk Maroko sendiri. Sebagai bentuk persahabatan dua bangsa, di Jakarta pun kita temui ruas jalan dengan nama Jalan Casablanca.

4. Jalan Soekarno di Pakistan

Pakistan begitu menghormati Bung Karno. Ada dua tempat di Pakistan yang dinamai dengan nama beliau yakni Soekarno Square Khyber Bazar di Peshawar, dan Soekarno Bazar, di Lahore. Penamaan Soekarno ini tidak lepas dari sepak terjang kedua negara. Pakistan sangat segan kepada sosok Bung Karno. Bahkan hingga kini kalangan militer Pakistan masih ingat jasa Bung Karno yang mengirim TNI AL berpatroli di laut selatan Pakistan saat konflik memanas antara Pakistan dan India di tahun 1965. Sebaliknya, pendiri Pakistan Quaid Azzam Ali Jinnah pernah meminta menahan seluruh pesawat Belanda yang singgah di Pakistan pada 1947, ketika Belanda ingin menyerang Indonesia.

5. Perangko Soekarno di Kuba

Tahun 2008 lalu, pemerintah Kuba menerbitkan perangko seri Bung Karno dengan Fidel Castro dan salah seorang pemimpin gerilya Kuba kelahiran Argentina, Che Guevara. Perangko bernilai historis dan patriotik itu,  diterbitkan untuk mengenang hubungan diplomatik kedua negara, sekaligus berkenaan dengan perayaan HUT ke-80 Fidel Castro.

Bung Karno mengunjungi Havana, Kuba, pada tanggal 9 hingga 14 Mei 1960. Ia menjadi kepala negara pemerintahan asing pertama yang mengunjungi Kuba setelah Revolusi 1959. Di bandara udara, Bung Karno yang dianggap ikut menginspirasi revolusi Kuba disambut oleh tokoh-tokoh penting Kuba selain Presiden Osvaldo Dorticos, Perdana Menteri Fidel Castro Ruz, dan Gubernur Bank Nasional Che Guevara juga Menteri Luar Negeri Dr. Raul Roa Garcia


Pemerintah Indonesia juga menghargai jasa prajurit Pakistan, yang ketika itu ikut rombongan sekutu. Rombongan ratusan prajurit Pakistan itu tadinya diperintahkan menyerang Indonesia ketika sekutu sampai di Surabaya November 1945. Namun mereka berontak dan memilih berperang di sisi Indonesia. Dari total 600 tentara Pakistan, sebanyak 500 orang gugur di Surabaya. Pada Agustus 1995, Indonesia memberikan medali Indenpendece War Awards kepada tentara Pakistan ini.